PADANG LAWAS UTARA : “Tahun 1998 saya bekerja di Areal Aek Napanas. Saya dihadang tim pengamanan perusahaan PT PT Putra Lika Perkasa (PT PLP). Lalu dibawa ke kantor Polres Labuhan Batu. Hampir satu hari satu malam saya ditahan. Keesokan harinya Bapak Alm. Tongku Saibun selaku Hatobangon beserta Bapak Kepala Desa H. Pandapotan Harahap datang menjemput saya dan saya bebas,” ujar Kasno Warga Desa Huta Baringin, Jumat (29/9/2023).
Demikian juga hal yang sama dialami oleh warga desa lainnya yang bekerja pada Areal Aek Napanas setelah 12 tahun berlalu sekitar tahun 2012-2013. Tidak hanya intimidasi saja yang mereka alami, rumah-rumah yang mereka dirikan dan sawit yang sudah sempat mereka tanami pun tidak luput dari perusakan perusahaan PT Putra Lika Perkasa.
Menurut Dahlan Siregar, peristiwa penyerobotan lahan, intimidasi, dan perusakan rumah serta tanaman sawit terus dialami masyarakat. HTI PT PLP selalu menunjukkan sikap arogansinya. Beliau digiring ke kantor Polres Labuhan Batu untuk diperiksa kurang lebih 1 x 24 jam berdasarkan dugaan laporan John Henry, Manajer PT PLP.
Beliau pun menunjukkan dokumen-dokumen kepemilikan Desa Huta Baringin di Areal Aek Napanas. Kemudian polisi memberi kebebasan setelah melihat dokumen dan mendengar kesaksian dari Kepala Desa Huta Baringin, Bapak Sutan Harahap periode 2010-2016.
Kepala Desa Huta Baringin Halongonan Harahap menyampaikan bahwa PT PLP tidak hanya menurunkan tim pengamanan yang terdiri dari oknum TNI tetapi juga menyewa orang-orang bayaran untuk menghadang masyarakat yang bekerja.
“Kami bangun rumah dirusak sama mereka. Bahkan PT PLP menyewa orang-orang bayaran untuk menghadang masyarakat yang bekerja. Hampir saja pernah terjadi perang fisik antara warga Desa Huta Baringin dengan tim pengamanan dan orang bayaran tersebut,” ujar Halongonan Harahap.
“Pada awal tahun 2022 saya kembali menanam sawit. Beberapa warga yang membantu saya didatangi oleh tim pengamanan kemudian mereka disuruh berhenti bekerja dan diancam. Tapi tidak kami hiraukan. Dan setelah selesai menanam, selang beberapa waktu tanaman kami pun mati”, tambahnya.
Selama ini beberapa argumentasi yang sering PT PLP sampaikan bahwa, Pertama; menyampaikan bahwa lahan kami masuk daerah ke Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Padahal Batas Administrasi Kab. Padang Lawas Utara dan Kab Labuhanbatu Selatan sudah jelas berdasarkan Permendagri nomor 108 tahun 2022.
Kedua, izin HPHTI dari kementerian kehutanan seluas + 10.000 hektar sedangkan rekomendasi gubernur hanya seluas 6.680 hektar. Dalam putusan menteri kehutanan poin keempat bahwa apabila terdapat perkampungan, tegalan, persawahan, lahan yang digarap pihak ketiga dikeluarkan dari areal HPHTI PT PLP. Demikian juga pernyataan rekomendasi Gubernur tahun 1994, bila tidak dituruti maka izin akan dicabut.
“Kami meminta kepada Bapak Bupati Padang Lawas Utara dan Bapak Plt Gubernur Sumatera Utara dapat membantu masyarakat dan Ibu Menteri KLHK segera mengadendum izin HPHTI milik PT PLP. Agar masyarakat Desa Huta Baringin bebas bekerja dan tidak lagi mendapatkan tekanan. Dan bila perlu pimpinan baik manajer maupun direksi PT PLP ditangkap lalu dipenjara karena menyerobot dan merusak lahan Desa Huta Baringin yang berada diluar kawasan dan izin mereka,” tutup Mangaraja Harahap selaku Hatobangon.nrd/ril