MEDAN : Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara kembali menghentikan penuntutan 3 perkara, masing-masing dari Kejaksaan Negeri Belawan, Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai dan Kejaksaan Negeri Asahan setelah sebelumnya dilakukan ekspose ke Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Kejagung RI Fadil Zumhana didampingi Direktur Tindak Pidana terhadap Orang dan Harta Benda (Direktur TP Oharda) pada Jampidum Kejaksaan Agung RI Agnes Triani SH.,MH beserta jajaran, Rabu (12/4/2023).
Ekspose perkara dilakukan oleh Kajati Sumut Idianto, SH,MH, didampingi Wakajati Joko Purwanto, SH, MH, Aspidum Luhur Istighfar,SH,MH, Kabag TU dan para Kasi di ruang vicon Lantai 2 Kantor Kejati Sumut.
Menurut Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan, SH,MH perkara yang dihentikan penuntutannya dengan pendekata keadilan restoratif adalah dari Kejaksaan Negeri Belawan An. Tsk. Muhammad Yunus Zulkarnain melanggar Pasal Pertama 310 ayat 3 UU No. 22 tahun 2009 ttg Lalu Lintas dan Angkutan Jalan atau kedua Pasal 310 ayat 2 UU No. 22 Tahun 2009 ttg Lalu lintas dan Angkutan Jalan.
Kemudian, dari Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai An. Tsk Gelpin Simanjuntak Als Gelpin melanggar Pasal 80 ayat 2 jo Pasal 76c UU RI No. 35 thn 2014 ttg Perubahan kedua atas UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan Anak
“Perkaran ketiga dari Kejaksaan Negeri Asahan An. Tsk Warseno Als Seno melanggar Pasal 363 ayat 1 ke-4 KUHPidana atau Pasal 107 huruf dan UU RI No. 30 ttg perkebunan Jo Pasal 55 KUHP. Tersangka ini ‘terpaksa’ mencuri sawit karena butuh biaya untuk persalinan isterinya,” kata Yos A Tarigan.
Adapun alasan dan pertimbangan dilakukannya penghentian penuntutan dengan penerapan restorative jusctice, lanjut Yos A Tarigan berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung No. 15 tahun 2020 yaitu, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukuman dibawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspons positif oleh keluarga.
Lebih lanjut mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini menyampaikan bahwa antara tersangka dan korban ada kesepakatan berdamai dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Proses pelaksanaan perdamaian juga disaksikan oleh keluarga, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta difasilitasi oleh Kajari, dan jaksa yang menangani perkaranya.
“Penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula,” tandasnya. nrd/ril